Notification

×

Iklan

Iklan

Misteri Koin Digital: Halal atau Haram dalam Kacamata Syariah? Menguak Tuntas Hukum Cryptocurrency dalam Islam

Selasa, 27 Mei 2025 | Mei 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-10T21:37:59Z

Cryptocurrency, atau mata uang kripto, telah menjadi fenomena global yang tak terbendung. Dengan teknologi blockchain yang mendasarinya, aset digital ini menawarkan desentralisasi, transparansi, dan potensi keuntungan yang menggiurkan. Namun, di tengah gemuruh inovasinya, muncul pertanyaan fundamental bagi umat Muslim: bagaimana Islam memandang mata uang kripto ini? Apakah investasi, transaksi, dan penggunaan cryptocurrency sejalan dengan prinsip-prinsip syariah? Artikel ilmiah ini akan menelaah secara komprehensif, mulai dari dalil Al-Qur'an dan Hadis, hingga perbedaan pandangan ulama kontemporer, demi memberikan pemahaman yang jelas mengenai hukum cryptocurrency dalam Islam.

Dalil-Dalil Syariah: Fondasi Pemahaman

Untuk memahami hukum cryptocurrency dalam Islam, kita perlu merujuk pada prinsip-prinsip dasar muamalah (transaksi) dalam syariat, yang meliputi kejelasan (gharar), keadilan, ketiadaan riba, dan penghindaran perjudian (maisir).

Dalil Al-Qur'an:

Al-Qur'an sebagai sumber hukum utama Islam tidak secara eksplisit menyebutkan cryptocurrency, karena ini adalah fenomena modern. Namun, prinsip-prinsip umum tentang harta, jual beli, dan larangan praktik batil dapat menjadi landasan.

 * QS. An-Nisa Ayat 29:

   "يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَاْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا"

   Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."

   Ayat ini menekankan pentingnya transaksi yang berdasarkan kerelaan dan keabsahan, menjauhi cara-cara batil dalam memperoleh harta.

 * QS. Al-Baqarah Ayat 275 (tentang Riba):

   "... وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ"

   Artinya: "...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi (mengambil riba), maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

   Ayat ini menjadi dalil fundamental tentang kehalalan jual beli dan keharaman riba.

 * QS. Al-Ma'idah Ayat 90-91 (tentang Khamr, Maysir, dan Anshab):

   "يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ"

   Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

   Ayat ini mengharamkan maisir (perjudian), yang relevan dengan aspek spekulatif dalam cryptocurrency.

Dalil Hadis:

Beberapa hadis yang berkaitan dengan jual beli, riba, dan gharar menjadi pijakan penting dalam meninjau hukum cryptocurrency.

 * Hadis tentang Larangan Gharar:

   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: "نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ." (رواه مسلم)

   Artinya: "Dari Abu Hurairah, ia berkata: 'Rasulullah SAW melarang jual beli hashah (melempar batu) dan jual beli gharar (ketidakpastian).'" (HR. Muslim)

   Hadis ini secara tegas melarang transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian yang berlebihan, di mana salah satu pihak tidak mengetahui dengan jelas objek transaksi atau akibatnya.

 * Hadis tentang Riba:

   عَنْ جَابِرٍ قَالَ: "لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ." (رواه مسلم)

   Artinya: "Dari Jabir, ia berkata: 'Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberinya (riba), penulisnya, dan kedua saksinya.' Beliau bersabda: 'Mereka semua sama.'" (HR. Muslim)

   Hadis ini menunjukkan betapa besar dosa riba dan keterlibatan dalam praktik riba.

 * Hadis tentang Jual Beli yang Baik:

   سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: "عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ." (رواه البزار والحاكم)

   Artinya: "Nabi SAW pernah ditanya: 'Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik?' Rasulullah SAW bersabda: 'Pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik (mabrur).'" (HR. Bazzar dan Al-Hakim)

   Hadis ini menganjurkan jual beli yang jujur dan produktif.

Perbedaan Pendapat Ulama Kontemporer: Sebuah Debat yang Menarik

Melihat karakteristik unik cryptocurrency yang tidak ada pada zaman Rasulullah SAW, para ulama kontemporer memiliki pandangan yang beragam, memicu debat fiqih yang menarik. Perbedaan ini umumnya muncul dari cara mereka menganalogikan cryptocurrency dengan konsep-konsep fiqih klasik, serta sejauh mana mereka melihat adanya unsur-unsur yang dilarang syariah seperti gharar, maisir, dan riba.

1. Pendapat yang Mengharamkan (Mayoritas di Indonesia):

Sebagian besar ulama, terutama di Indonesia melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI), cenderung mengharamkan penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang atau alat pembayaran yang sah, dan juga dalam beberapa bentuk investasi. Alasan utama di balik pandangan ini adalah:

 * Gharar (Ketidakpastian/Ketidakjelasan):

   Cryptocurrency memiliki volatilitas harga yang sangat tinggi dan tidak memiliki underlying asset yang jelas (seperti emas atau komoditas fisik). Ini menimbulkan ketidakpastian yang signifikan mengenai nilai intrinsiknya dan potensi kerugian besar bagi investor.

   * Fatwa MUI: Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII tahun 2021 memutuskan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung unsur gharar (ketidakpastian), dharar (kerugian), dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

   * Pernyataan Ulama: Presiden Fatwa MUI, Asrorum Niam Sholeh, menyatakan: "Penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah terlalu banyak (unsur) gharar dan dharar." Senada dengan MUI, Prof. Syafi'i Antonio juga berpendapat bahwa Bitcoin masih diharamkan baik oleh NU maupun Muhammadiyah karena legalitas transaksi yang bermasalah dan potensi penyimpanan uang haram.

 * Maisir (Perjudian):

   Dengan fluktuasi harga yang ekstrem dan tidak didasari fundamental ekonomi yang kuat, investasi dalam cryptocurrency sering kali dianggap lebih menyerupai spekulasi atau perjudian, di mana keuntungan didapat dari "untung-untungan" bukan dari aktivitas produktif riil.

   * Pernyataan Ulama: Dr. Salah al-Din al-Ayyubi, seorang ulama dan pakar ekonomi Islam, menyatakan bahwa cryptocurrency mengandung risiko tinggi, volatilitas yang besar, dan potensi spekulasi yang tidak sehat, yang menyebabkannya dilarang dalam Islam karena mirip dengan perjudian. Fatwa MUI tahun 2018 juga menyatakan bahwa cryptocurrency haram digunakan sebagai alat pembayaran atau investasi karena dianggap sebagai bentuk perjudian.

 * Dharar (Kerugian/Bahaya):

   Volatilitas tinggi dan potensi scam atau penipuan yang tinggi dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi masyarakat.

   * Fatwa MUI: DSN MUI juga menyebutkan unsur dharar sebagai salah satu alasan keharaman.

 * Tidak Memenuhi Syarat sebagai Mata Uang:

   Dalam fiqih, uang (nuqud) harus memiliki beberapa kriteria, seperti diterima secara umum, memiliki nilai intrinsik atau jaminan dari otoritas yang sah, dan stabil nilainya. Cryptocurrency dianggap tidak memenuhi kriteria ini. Bank Indonesia juga tidak mengakui cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah.

2. Pendapat yang Membolehkan (Terbatas/dengan Syarat):

Beberapa ulama dan pakar ekonomi Islam membolehkan cryptocurrency dengan syarat dan batasan tertentu, biasanya jika ia berfungsi sebagai aset digital atau komoditas, bukan sebagai mata uang.

 * Sebagai Komoditas/Aset Digital:

   Jika cryptocurrency memenuhi syarat sebagai sil'ah (barang komoditas yang memiliki nilai dan manfaat yang jelas) dan memiliki underlying asset atau manfaat yang riil, maka jual belinya dapat dibolehkan.

   * Fatwa MUI (lanjutan): Meskipun MUI mengharamkan penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang, mereka juga menyatakan: "Untuk jenis Cryptocurrency (crypto) sebagai jenis komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan." Namun, ini mengindikasikan bahwa tidak semua jenis cryptocurrency dapat diperjualbelikan secara syariah. Bitcoin sendiri dalam fatwa MUI secara spesifik disebutkan haram sebagai alat investasi karena hanya sebagai untung-untungan, bukan untuk investasi.

 * Dr. Taqi Usmani: Seorang ulama terkemuka dalam bidang fiqih dan ekonomi Islam, menyatakan bahwa cryptocurrency dapat dipandang sebagai mata uang digital yang sah, sepanjang penggunaannya tidak melibatkan aktivitas yang haram. Pandangan ini cenderung lebih liberal, namun tetap menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap prinsip syariah.

 * Mohammed El Amri: dan beberapa cendekiawan Islam lainnya melegalkan cryptocurrency, dengan argumentasi bahwa jika ia tidak bertentangan dengan hukum Islam dan dapat disamakan dengan properti (mal) yang memiliki nilai tertentu, maka diperbolehkan.

 * Aspek Blockchain yang Halal:

   Beberapa ulama memisahkan teknologi blockchain dari aplikasi cryptocurrency. Teknologi blockchain itu sendiri dianggap netral dan bahkan bisa memberikan manfaat dalam hal transparansi dan keamanan. Namun, implementasinya dalam cryptocurrency yang mengandung unsur spekulatif dan ketidakpastian itulah yang menjadi permasalahan.

3. Pendapat yang Bersifat Kasuistis (Tergantung Penggunaan):

Ada juga pandangan yang menyatakan bahwa hukum cryptocurrency tidak bisa digeneralisasi sebagai halal atau haram secara mutlak, melainkan tergantung pada tujuan dan konteks penggunaannya. Jika digunakan untuk tujuan yang halal (misalnya untuk transaksi barang/jasa yang jelas, jika sudah diakui sebagai alat tukar di suatu negara) dan tidak mengandung unsur gharar, maisir, atau riba, maka bisa jadi dibolehkan. Namun, jika digunakan untuk spekulasi murni atau aktivitas ilegal, maka haram.

Kesimpulan

Debat mengenai hukum cryptocurrency dalam Islam mencerminkan tantangan fiqih kontemporer dalam merespons inovasi teknologi yang belum ada presedennya dalam sejarah Islam. Mayoritas ulama di Indonesia, melalui fatwa MUI, cenderung mengharamkan cryptocurrency sebagai mata uang karena adanya unsur gharar (ketidakpastian ekstrem), dharar (potensi kerugian), dan kemiripan dengan maisir (perjudian). Namun, MUI juga membuka peluang kehalalan jika cryptocurrency berfungsi sebagai komoditas/aset digital yang memenuhi syarat sil'ah dan memiliki underlying asset yang jelas, meskipun batasan ini masih menjadi perdebatan.

Pandangan yang membolehkan cenderung melihat potensi teknologi blockchain dan menganggap cryptocurrency sebagai aset digital yang dapat diperjualbelikan jika tidak ada unsur terlarang. Sementara itu, pandangan kasuistis menekankan pentingnya niat dan tujuan penggunaan.

Sebagai seorang Muslim, kehati-hatian dalam berinvestasi dan bertransaksi sangat dianjurkan. Memilih instrumen yang jelas, transparan, dan tidak mengandung unsur spekulasi berlebihan adalah prinsip utama dalam ekonomi syariah. Hingga konsensus global yang lebih kuat dari para ulama mengenai status dan regulasi cryptocurrency, prinsip kehati-hatian (ihtiyat) menjadi sangat relevan.

Referensi:

 * Al-Qur'an al-Karim

 * Shahih Muslim

 * Musnad Ahmad

 * Sunan Ibnu Majah

 * Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis (JAMBURA): Haramnya Penggunaan Cryptocurrency (Bitcoin) Sebagai Mata Uang Atau Alat Tukar Di Indonesia Berdasarkan Fatwa MUI.

 * Sharia Knowledge Centre (SKC) oleh Prudential Syariah: Investasi Kripto dalam Islam: Halal atau Haram?

 * DSN-MUI. Fatwa Nomor 116/DSN-MUI/IX/2021 tentang Hukum Penggunaan Cryptocurrency.

 * Gudang Jurnal: Tinjauan Fiqih Muamalat Atas Zakat Aset Cryptocurrency.

 * Jurnal Online Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya): Justisia Ekonomika.

Tag:

#FiqihMuamalah #CryptocurrencyIslam #HukumKripto #FatwaMUI #Gharar #Maisir #EkonomiSyariah #Blockchain #HalalHaram #InvestasiSyariah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update