Perdebatan seputar waktu-waktu yang dianggap baik atau buruk untuk melangsungkan pernikahan seringkali muncul di masyarakat. Salah satu bulan yang kerap menjadi sorotan adalah bulan Muharram. Sebagian masyarakat masih meyakini adanya larangan atau ketidakbaikan menikah di bulan ini, sementara di sisi lain, ajaran Islam tidak pernah memberikan batasan waktu tertentu untuk menikah.
Pandangan Umum Masyarakat dan Tradisi
Di beberapa daerah di Indonesia, masih ada kepercayaan bahwa menikah di bulan Muharram, yang juga dikenal sebagai bulan Suro dalam penanggalan Jawa, dapat membawa kesialan atau musibah. Keyakinan ini umumnya berakar dari tradisi dan kepercayaan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun, bukan dari ajaran agama Islam.
Biasanya, bulan Muharram dianggap sebagai bulan yang sakral dan penuh keprihatinan, terutama karena adanya peristiwa Karbala dan peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Husein. Oleh karena itu, ada pandangan yang menganggap bulan ini lebih cocok untuk beribadah dan merenung, bukan untuk merayakan pernikahan.
Perspektif Syariat Islam
Dalam pandangan syariat Islam, tidak ada satu pun dalil, baik dari Al-Qur'an maupun Hadis, yang melarang atau memakruhkan pernikahan di bulan Muharram. Islam adalah agama yang menganjurkan pernikahan sebagai ibadah dan penyempurna separuh agama. Oleh karena itu, semua bulan dalam kalender Hijriah, termasuk Muharram, adalah bulan yang baik untuk melangsungkan pernikahan, selama rukun dan syarat pernikahannya terpenuhi.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21)
Ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah salah satu tanda kebesaran Allah dan merupakan jalan untuk mencapai ketenteraman serta kasih sayang. Tidak ada satu pun indikasi dalam ayat ini atau ayat lainnya yang membatasi waktu pernikahan pada bulan-bulan tertentu.
Begitu pula dengan Hadis Nabi Muhammad SAW. Tidak ada riwayat yang secara spesifik melarang atau menganjurkan pernikahan di bulan Muharram. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri menikah dengan Sayyidah Khadijah di bulan Safar, yang juga kerap dihindari oleh sebagian masyarakat karena dianggap bulan "sial".
Para ulama dari berbagai mazhab juga tidak pernah mengeluarkan fatwa yang melarang pernikahan di bulan Muharram. Mereka sepakat bahwa hukum pernikahan adalah sunah atau wajib, tergantung pada kondisi individu, dan dapat dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun, asalkan tidak bertepatan dengan larangan-larangan syariat lainnya (misalnya, saat ihram haji atau umrah, atau dalam masa iddah).
Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan syariat Islam, menikah di bulan Muharram adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak ada larangan sama sekali. Keyakinan yang mengatakan bahwa menikah di bulan ini akan membawa kesialan adalah bagian dari mitos atau kepercayaan lokal yang tidak berlandaskan pada ajaran Islam.
Islam mengajarkan kita untuk meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT, dan keberuntungan atau kesialan tidak ditentukan oleh waktu tertentu, melainkan oleh amal perbuatan dan takdir Allah. Oleh karena itu, umat Muslim seharusnya tidak terpengaruh oleh kepercayaan takhayul yang bertentangan dengan ajaran agama.
Yang terpenting dalam pernikahan adalah niat yang tulus, pelaksanaan sesuai syariat, dan upaya untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Waktu pelaksanaannya, termasuk di bulan Muharram, tidak mengurangi keberkahan pernikahan tersebut.
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar