Berikut adalah penjelasan dari fatwa Al-Azhar mengenai "Hak Jalan" , yang merujuk pada hadis Nabi Muhammad ﷺ tentang adab berinteraksi di ruang publik.
Teks Arab dari Gambar:
عن النبي ﷺ قال:
«إياكم والجلوس في الطرقات»
قالوا: يا رسول الله ما لنا من مجالسنا بد نتحدث فيها
قال رسول الله ﷺ:
«فإذا أبيتم إلا المجلس، فأعطوا الطريق حقه»
قالوا: وما حق الطريق يا رسول الله؟ قال:
«غض البصر، وكف الأذى، ورد السلام، والأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر»
Terjemahan Bahasa Indonesia:
Dari Nabi ﷺ bersabda:
"Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan."
Mereka (para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, kami tidak punya pilihan lain kecuali duduk di tempat-tempat perkumpulan kami untuk berbincang-bincang."
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jika kalian tidak bisa menghindari duduk di situ, maka berikanlah hak jalan itu."
Mereka bertanya: "Apakah hak jalan itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda:
"Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan (tidak menyakiti), menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan, dan melarang kemungkaran."
Penjelasan dari Al-Azhar (berdasarkan hadis ini):
Fatwa Al-Azhar, yang didasarkan pada hadis Nabi Muhammad ﷺ ini, menjelaskan tentang pentingnya adab dan etika dalam menggunakan ruang publik, khususnya jalan. Inti dari fatwa ini adalah:
* Hindari Duduk-duduk di Jalan Tanpa Keperluan Mendesak:
Anjuran awal dari Nabi adalah untuk tidak duduk-duduk atau berlama-lama di jalanan jika tidak ada kebutuhan mendesak. Ini bertujuan agar jalan tetap lapang, tidak terhalang, dan nyaman bagi pengguna lainnya.
* Jika Terpaksa Duduk, Penuhi Hak Jalan:
Namun, jika memang ada kebutuhan atau keharusan untuk duduk di pinggir jalan (misalnya untuk berkumpul atau berinteraksi sosial), maka harus dipenuhi "hak-hak jalan" tersebut. Artinya, kehadiran kita di sana tidak boleh merugikan atau mengganggu orang lain.
* Lima Kewajiban (Hak-hak Jalan) yang Harus Dipenuhi:
Nabi ﷺ secara spesifik menyebutkan lima hak jalan yang harus dipenuhi, yang sekaligus menjadi kewajiban bagi setiap individu yang menggunakan atau berada di jalan:
* Menundukkan Pandangan (غض البصر): Ini berarti menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan atau tidak pantas dilihat. Juga, tidak memandang orang lain dengan tatapan yang mengganggu, menyelidik, atau tidak sopan. Tujuannya adalah menjaga kehormatan diri dan orang lain.
* Menyingkirkan Gangguan/Tidak Menyakiti (كف الأذى): Ini mencakup berbagai bentuk gangguan, baik fisik maupun non-fisik. Contohnya:
* Tidak membuang sampah sembarangan.
* Tidak menghalangi jalan.
* Tidak berbicara dengan suara keras yang mengganggu.
* Tidak mengucapkan kata-kata kotor atau menghina.
* Secara umum, tidak melakukan apa pun yang dapat merugikan atau mengganggu kenyamanan orang lain yang lewat.
* Menjawab Salam (رد السلام): Ini adalah etika dasar dalam Islam. Ketika ada yang memberi salam, wajib hukumnya untuk menjawabnya. Ini menciptakan suasana persaudaraan, perdamaian, dan keramahtamahan di ruang publik.
* Memerintahkan Kepada Kebaikan (الأمر بالمعروف): Ini berarti mengajak atau mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan baik dan sesuai dengan ajaran agama atau norma sosial yang positif. Tentu saja, hal ini dilakukan dengan cara yang bijaksana dan santun.
* Melarang Kemungkaran (النهي عن المنكر): Ini berarti mencegah atau melarang perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tercela, atau bertentangan dengan syariat dan norma masyarakat. Sama seperti memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran juga harus dilakukan dengan hikmah dan cara yang paling baik.
Kesimpulan:
Fatwa ini menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan tatanan sosial dan etika dalam berinteraksi di ruang publik. Jalan bukan hanya tempat untuk lewat, tetapi juga memiliki "hak" yang harus dihormati oleh setiap individu. Dengan memenuhi hak-hak jalan ini, umat Muslim diajarkan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab, peduli, dan berkontribusi pada terciptanya lingkungan yang aman, nyaman, dan harmonis bagi semua.
#fatwaazhar #hakjalan #etikasosial #adabmuslim #ruangpublik #hadis

Tidak ada komentar:
Posting Komentar