Notification

×

Iklan

Iklan

Meminjam Uang Tanpa Riba? Gadai Syariah Solusinya!

Selasa, 27 Mei 2025 | Mei 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-01T04:21:41Z

Gadai, atau dalam bahasa Arab disebut rahn, adalah salah satu bentuk akad muamalah yang telah dikenal sejak zaman dahulu. Dalam Islam, gadai diperbolehkan sebagai solusi bagi mereka yang membutuhkan dana pinjaman, namun memiliki aset yang dapat dijadikan jaminan. Prinsip utamanya adalah tolong-menolong dan keadilan, serta menghindari praktik riba yang diharamkan. Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai gadai dalam perspektif syariah, mencakup dalil-dalil, perbedaan pendapat ulama, hingga kesimpulan yang komprehensif.

Dalil-Dalil Gadai dalam Al-Qur'an dan Hadis

1. Dalil Al-Qur'an:

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 283:

وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya: "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu menyembunyikan persaksian. Barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Ayat ini secara eksplisit menjelaskan kebolehan gadai (rihanun maqbuhah) sebagai alternatif pencatatan utang-piutang, khususnya ketika tidak ada penulis yang tersedia. Ini menunjukkan bahwa gadai merupakan akad yang diakui dalam syariat Islam.

2. Dalil Hadis:

Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan tentang praktik gadai:

 * Hadis dari Aisyah RA:

   عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا لَهُ مِنْ حَدِيدٍ.

   Artinya: "Dari Aisyah RA bahwasanya Nabi SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tangguhan (cicilan), dan beliau menggadaikan baju besi beliau kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

   Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW sendiri pernah melakukan akad gadai, bahkan dengan non-Muslim, sebagai bentuk muamalah yang sah.

 * Hadis dari Abu Hurairah RA:

   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الرَّهْنُ يُحْبَسُ بِنَفَقَتِهِ وَيُرْكَبُ بِضَرِّهِ مَا لَمْ يُغَرَّدْ بِهِ."

   Artinya: "Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: 'Barang gadai itu ditahan karena nafkahnya (biaya pemeliharaannya) dan ditunggangi (dimanfaatkan) sebatas kemudaratannya, selama tidak merugikan pemiliknya.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

   Hadis ini memberikan pedoman mengenai pemanfaatan barang gadai. Penting untuk dicatat bahwa pemanfaatan ini harus sesuai dengan syariat dan tidak merugikan pemilik barang.

 * Hadis dari Jabir bin Abdullah RA:

   عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ: "خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ الْخَنْدَقِ، فَلَمَّا انْصَرَفْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ، قَدْ جَاعَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 'مَنْ يَكْتُبُ لَنَا شَيْئًا مِنْ تَمْرٍ بِثَمَنِ رَهْنٍ؟' فَتَرَكْنَا أَرْضَنَا وَأَخَذْنَا تَمْرًا."

   Artinya: "Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwasanya ia berkata: 'Kami keluar bersama Rasulullah SAW dalam perang Khandaq. Ketika kami kembali ke Madinah, orang-orang kelaparan. Maka Rasulullah SAW bersabda: 'Siapa yang mau menuliskan untuk kami sesuatu dari kurma dengan harga gadai?' Lalu kami meninggalkan tanah kami (sebagai jaminan) dan mengambil kurma." (HR. Bukhari)

   Hadis ini semakin memperkuat kebolehan gadai, bahkan dalam kondisi darurat seperti kelaparan, dan menunjukkan bahwa tanah atau aset berharga dapat dijadikan jaminan.

Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Pemanfaatan Barang Gadai

Meskipun gadai secara umum disepakati kebolehannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai sejauh mana pemanfaatan barang gadai oleh pihak penerima gadai (murtahin). Perbedaan ini muncul dari interpretasi hadis Abu Hurairah di atas.

1. Pendapat Mayoritas Ulama (Jumhur Ulama):

Mayoritas ulama, termasuk Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa penerima gadai (murtahin) tidak boleh memanfaatkan barang gadai tanpa izin dari pemilik barang (rahin). Jika barang gadai tersebut menghasilkan keuntungan, maka keuntungan tersebut adalah milik pemilik barang, bukan milik penerima gadai.

 * Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm Juz 3, Bab 4, halaman 170, menyatakan:

   "وَالرَّهْنُ لَا يُنْتَفَعُ بِهِ لِلْمُرْتَهِنِ إِلَّا بِإِذْنِ الرَّاهِنِ، وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَشْرِطَ لِنَفْسِهِ نَفْعًا مِنْهُ لِأَنَّهُ يَصِيرُ قَرْضًا جَرَّ نَفْعًا، وَكُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبًا."

   Artinya: "Barang gadai tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima gadai kecuali dengan izin pemilik barang. Dan tidak boleh baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya suatu manfaat darinya, karena itu akan menjadi pinjaman yang menarik manfaat, dan setiap pinjaman yang menarik manfaat adalah riba."

   Dasar pendapat mereka adalah bahwa akad gadai adalah akad jaminan, bukan akad kepemilikan atau akad sewa. Pemanfaatan barang gadai oleh murtahin tanpa izin rahin dapat dikategorikan sebagai riba, karena ia mendapatkan keuntungan dari pinjaman yang ia berikan.

2. Pendapat Sebagian Kecil Ulama (Termasuk Sebagian dari Mazhab Hanbali):

Sebagian ulama, seperti sebagian dari Mazhab Hanbali, dan juga pendapat yang dinisbatkan kepada Umar bin Khattab RA dan sebagian ulama salaf, membolehkan pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai (murtahin) jika barang tersebut memerlukan biaya pemeliharaan, asalkan pemanfaatannya sebatas untuk menutupi biaya pemeliharaan tersebut dan tidak merugikan pemilik barang. Mereka berdalil dengan hadis Abu Hurairah di atas ("الرَّهْنُ يُحْبَسُ بِنَفَقَتِهِ وَيُرْكَبُ بِضَرِّهِ") yang diartikan bahwa pemanfaatan boleh dilakukan untuk menutupi biaya pemeliharaan.

Namun, pendapat ini umumnya dikaitkan dengan syarat-syarat ketat agar tidak jatuh pada praktik riba. Pemanfaatan tersebut haruslah proporsional dengan biaya pemeliharaan dan tidak boleh melebihi nilai manfaat barang gadai.

3. Pandangan Kontemporer dalam Gadai Syariah (Rahn Tasjili):

Dalam konteks gadai syariah modern, seperti yang dipraktikkan di lembaga keuangan syariah, prinsip yang paling banyak diikuti adalah prinsip mayoritas ulama. Artinya, lembaga gadai syariah tidak boleh memanfaatkan barang gadai (misalnya, emas atau kendaraan) untuk keuntungan mereka sendiri selain dari biaya administrasi yang wajar dan disepakati.

Jika barang gadai adalah barang yang produktif (misalnya, hewan ternak), maka keuntungan dari barang tersebut tetap menjadi hak pemilik barang. Lembaga gadai hanya berhak atas biaya pemeliharaan yang disepakati, bukan dari keuntungan operasional barang tersebut.

Kesimpulan

Gadai (rahn) adalah akad yang sah dalam Islam, berfungsi sebagai jaminan atas utang-piutang. Dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadis secara jelas membolehkan praktik ini. Namun, penting untuk memahami perbedaan pandangan ulama, terutama mengenai pemanfaatan barang gadai. Mayoritas ulama berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai tanpa izin dari pemiliknya, untuk menghindari unsur riba. Dalam praktiknya, gadai syariah modern mengadopsi prinsip ini, memastikan bahwa akad gadai tetap pada esensinya sebagai jaminan, bukan sumber keuntungan yang terlarang. Dengan memahami prinsip-prinsip syariah ini, umat Muslim dapat memanfaatkan gadai sebagai solusi keuangan yang halal dan adil.

Referensi

 * Al-Qur'anul Karim.

 * Shahih Bukhari.

 * Shahih Muslim.

 * Al-Umm, Imam Syafi'i.

 * Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusyd.

 * Al-Mughni, Ibnu Qudamah.

 * Fatawa Syar'iyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Tag

#GadaiSyariah #Rahn #MuamalahIslam #HukumIslam #FiqihMuamalah #LembagaKeuanganSyariah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update