Cadar, atau yang sering juga disebut niqab, adalah selembar kain yang menutupi wajah perempuan, menyisakan bagian mata atau bahkan menutupi seluruh wajah. Pakaian ini telah menjadi simbol yang kompleks dan seringkali memicu perdebatan sengit di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Perdebatan ini tidak hanya berkutat pada aspek keagamaan, tetapi juga merambah ke ranah sosial, budaya, bahkan politik. Artikel ilmiah ini akan mencoba mengupas tuntas cadar dari berbagai sudut pandang, mulai dari dalil Al-Qur'an dan Hadis, perbedaan pendapat ulama, hingga implikasinya dalam konteks kontemporer.
Dalil Al-Qur'an
Perintah mengenai pakaian bagi wanita Muslimah, termasuk cadar, seringkali dikaitkan dengan beberapa ayat dalam Al-Qur'an. Salah satu ayat yang paling sering disebut adalah Surah An-Nur ayat 31:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
Ayat ini memerintahkan wanita untuk tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak, serta menutupkan kerudung hingga ke dada. Penafsiran "kecuali yang biasa nampak" inilah yang menjadi titik perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah termasuk wajah dan telapak tangan atau tidak.
Ayat lain yang juga relevan adalah Surah Al-Ahzab ayat 59:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
Ayat ini memerintahkan wanita Muslimah untuk mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan cadar, sebagian ulama menafsirkan perintah ini sebagai anjuran untuk menutupi seluruh tubuh, termasuk wajah, demi menjaga kehormatan dan menghindari gangguan.
Dalil Hadis
Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW juga sering dijadikan rujukan dalam pembahasan cadar. Di antaranya adalah:
Hadis Aisyah RA tentang penutup wajah saat ihram:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّونَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْرِمَاتٌ فَإِذَا3 حَاذُوا بِنَا سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا مِنْ رَأْسِهَا عَلَى وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزُونَا كَشَفْنَاهُ.
Artinya: "Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: "Para pengendara (laki-laki) melewati kami ketika kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan ihram. Maka apabila mereka berpapasan dengan kami, salah seorang dari kami akan menurunkan jilbabnya dari kepalanya ke wajahnya. Apabila mereka telah melewati kami, kami menyingkapnya (wajah kami)."
Hadis ini menunjukkan bahwa para sahabat wanita terbiasa menutupi wajah mereka di hadapan laki-laki asing, bahkan dalam kondisi ihram yang secara umum tidak memperbolehkan menutup wajah. Namun, ada juga yang menafsirkan ini sebagai keadaan darurat.
Hadis Ummu Salamah RA tentang mengenakan pakaian lengkap:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: ﴿ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ﴾ خَرَجَ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ كَأَنَّ عَلَى رُؤُوسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنَ السَّكِينَةِ وَعَلَيْهِنَّ ثِيَابٌ سُودٌ.
Artinya: "Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata: "Ketika turun ayat ini: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka", keluarlah para wanita Anshar seakan-akan di atas kepala mereka ada burung gagak dari ketenangan, dan mereka mengenakan pakaian hitam."
Hadis ini menggambarkan bagaimana para wanita Anshar segera mengamalkan perintah jilbab, yang oleh sebagian ulama dipahami sebagai pakaian yang menutupi seluruh tubuh.
Hadis tentang batasan aurat wanita:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا بَلَغَتِ الْمَرْأَةُ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ.
Artinya: "Dari Asma binti Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila wanita telah mencapai masa haid (dewasa), tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini," sambil menunjuk ke wajahnya dan kedua telapak tangannya."
Hadis ini sering dijadikan dalil oleh ulama yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat, sehingga tidak wajib ditutupi. Namun, status hadis ini seringkali diperdebatkan dan dianggap lemah oleh sebagian ulama lain.
Perbedaan Ulama dalam Hukum Cadar
Hukum mengenakan cadar adalah salah satu isu yang menyebabkan perbedaan pendapat yang signifikan di kalangan ulama, baik ulama salaf maupun kontemporer. Perbedaan ini terutama bersumber pada penafsiran ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya, serta mempertimbangkan konteks sosial dan budaya.
Pendapat yang Mewajibkan Cadar (Wajah adalah Aurat)
Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama dari mazhab Syafi'i, sebagian Hanbali, dan mayoritas ulama mazhab Maliki, serta sebagian ulama Hanafiyah. Mereka berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajah dan telapak tangan, di hadapan laki-laki non-mahram. Dalil utama mereka adalah:
- Imam Syafi'i dalam Kitab Al-Umm Juz 1, Bab Kitab As-Shalah, Halaman 78, menyatakan: "Setiap wanita yang sudah baligh, jika dia shalat maka hendaknya dia menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya." Namun, pendapat ini untuk konteks shalat. Untuk di luar shalat, sebagian pengikut Imam Syafi'i kemudian berkembang dengan pandangan bahwa wajah juga aurat.
- Imam Ahmad bin Hanbal (pendiri mazhab Hanbali) berpendapat bahwa wajah wanita adalah aurat. Pandangan ini didasarkan pada kehati-hatian dalam menutup segala celah yang bisa menimbulkan fitnah.
- Ibnu Taimiyyah, seorang ulama besar dari mazhab Hanbali, juga termasuk yang berpendapat bahwa wajah wanita adalah aurat dan wajib ditutupi. Beliau berargumen bahwa fitnah akan lebih besar jika wajah terbuka.
- Ibnu Qudamah, seorang ulama Hanbali lainnya, dalam Al-Mughni Juz 2, Halaman 330, menyatakan: "Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan itu adalah aurat, dan ini adalah pendapat yang benar menurut kami."
- Dalil mereka juga didasarkan pada penafsiran ayat "kecuali yang (biasa) nampak dari padanya" dalam An-Nur 31 sebagai pakaian luar yang tidak mungkin disembunyikan, atau adanya pengecualian ketika darurat.
Pendapat yang Menjadikan Cadar Sunnah atau Dianjurkan (Wajah Bukan Aurat)
Pendapat ini adalah pandangan mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, dan sebagian ulama Syafi'i dan Maliki. Mereka berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukanlah aurat yang wajib ditutupi, tetapi sangat dianjurkan untuk ditutupi jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah atau di lingkungan yang rawan godaan.
- Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukanlah aurat. Beliau beralasan bahwa menutupi wajah dan telapak tangan akan menyulitkan wanita dalam berinteraksi sosial, seperti jual beli atau identifikasi.
- Imam Malik (pendiri mazhab Maliki) berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukanlah aurat, namun menganjurkan untuk ditutupi jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
- Imam Nawawi, seorang ulama besar dari mazhab Syafi'i, dalam Syarah Shahih Muslim Juz 10, Halaman 234, menyatakan bahwa wanita boleh memperlihatkan wajah dan telapak tangannya, kecuali jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Beliau menjelaskan bahwa aurat wanita di luar shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
- Pendapat ini juga merujuk pada hadis Asma binti Abu Bakar yang telah disebutkan di atas.
Pendapat yang Menganggap Cadar Mubah (Diperbolehkan)
Sebagian ulama kontemporer, terutama dari kalangan moderat, cenderung berpendapat bahwa cadar adalah pilihan individu yang mubah (diperbolehkan) dan tidak ada kewajiban mutlak untuk mengenakannya. Mereka menekankan esensi dari hijab adalah menutupi aurat dan menjaga kesopanan, bukan hanya menutupi wajah. Mereka juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan kondisi zaman yang berbeda.
Kesimpulan
Perdebatan mengenai cadar adalah cerminan dari kekayaan interpretasi dalam Islam. Tidak ada kesepakatan bulat di antara ulama mengenai hukum wajibnya cadar, dengan berbagai mazhab dan ulama memiliki pandangan yang berbeda berdasarkan penafsiran Al-Qur'an, Hadis, dan pertimbangan konteks. Ada yang mewajibkan, ada yang menganjurkan, dan ada pula yang menganggapnya sebagai pilihan individu.
Dalam konteks Indonesia, di mana masyarakatnya majemuk dan memiliki berbagai latar belakang pemahaman keagamaan, perbedaan pandangan ini seharusnya disikapi dengan toleransi dan saling menghormati. Memaksakan satu pandangan atas yang lain dapat memicu perpecahan. Yang terpenting adalah esensi dari pakaian Muslimah, yaitu menjaga kehormatan, kesopanan, dan menghindari fitnah, yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk pakaian yang syar'i sesuai dengan pemahaman dan keyakinan masing-masing.
Referensi
Al-Qur'anul Karim
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Sunan Abu Dawud
Al-Umm, Imam Syafi'i
Al-Mughni, Ibnu Qudamah
Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi
Fatawa Ibnu Taimiyyah
Tag
#Cadar #Niqab #Hijab #HukumIslam #FiqihWanita #PerbedaanUlama #PakaianMuslimah #AuratWanita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar