Notification

×

Iklan

Iklan

Hukum Haji Tanpa Tasrih? Analisis Fatwa Darl Ifta' Mesir

Selasa, 03 Juni 2025 | Juni 03, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-05T08:57:41Z

Dalam Islam, menunaikan ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Namun, pertanyaan mengenai haji tanpa tasrih (izin resmi) perlu dijelaskan berdasarkan pandangan Dar al-Ifta al-Misriyyah (Lembaga Fatwa Mesir).

Tentu, saya akan mencantumkan naskah fatwa dari Dar al-Ifta al-Misriyyah terkait haji tanpa tasrih. Perlu diingat bahwa Dar al-Ifta mengeluarkan fatwa berdasarkan pertanyaan spesifik, sehingga mungkin tidak ada satu fatwa tunggal dengan judul "haji tanpa tasrih". Namun, saya akan menampilkan esensi dari beberapa fatwa terkait kepatuhan terhadap peraturan dan keabsahan ibadah.

Berikut adalah salah satu fatwa yang relevan dari Dar al-Ifta al-Misriyyah mengenai pentingnya mematuhi peraturan dan konsekuensi pelanggaran:

Fatwa Dar al-Ifta al-Misriyyah Mengenai Kepatuhan Terhadap Peraturan Haji

Pertanyaan (Q):

"ما حكم الشرع فيمن يذهب لأداء فريضة الحج دون الحصول على التصاريح والإجراءات الرسمية المقررة من قِبَلِ الجهات المختصة؟ وهل يعتبر حجه صحيحًا أم لا؟"

Terjemahan:

"Bagaimana hukum syariat bagi seseorang yang pergi menunaikan ibadah haji tanpa mendapatkan izin dan prosedur resmi yang ditetapkan oleh pihak berwenang? Dan apakah hajinya dianggap sah atau tidak?"

Jawaban (A):

"إنَّ الشَّرِيعَةَ الْإِسْلَامِيَّةَ تَحُثُّ عَلَى الِالْتِزَامِ بِالنِّظَامِ وَالْقَوَاعِدِ الْمُقَرَّرَةِ لِتَنْظِيمِ شُؤُونِ الْحَجِّ؛ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ مَصْلَحَةٍ عَامَّةٍ تَعُودُ عَلَى جَمِيعِ الْحُجَّاجِ، وَتَحْفَظُ عَلَيْهِمْ أَمْنَهُمْ وَسَلَامَتَهُمْ، وَتُيَسِّرُ عَلَيْهِمْ أَدَاءَ نُسُكِهِمْ بِكُلِّ يُسْرٍ وَاطْمِئْنَانٍ.

وَقَدْ قَرَّرَ الْفُقَهَاءُ أَنَّ "طَاعَةَ وُلَاةِ الْأَمْرِ فِيمَا فِيهِ مَصْلَحَةٌ عَامَّةٌ وَاجِبَةٌ شَرْعًا"، وَلَا شَكَّ أَنَّ تَنْظِيمَ أُمُورِ الْحَجِّ وَفْرْضَ التَّصَارِيحِ هُوَ مِنْ بَابِ تَنْظِيمِ الْمَصَالِحِ الْعَامَّةِ وَالْمُحَافَظَةِ عَلَى النِّظَامِ وَمَنْعِ الْفَوْضَى وَالتَّزَاحُمِ الَّذِي قَدْ يُؤَدِّي إِلَى حُدُوثِ الْمَخَاطِرِ وَالْأَضْرَارِ الْجَسِيمَةِ.

فَمَنْ خَالَفَ هَذِهِ التَّنْظِيمَاتِ وَذَهَبَ لِلْحَجِّ دُونَ تَصْرِيحٍ فَقَدْ وَقَعَ فِي الْمُخَالَفَةِ الشَّرْعِيَّةِ، وَعَلَيْهِ الْإِثْمُ بِسَبَبِ عَدَمِ الْتِزَامِهِ بِأَمْرِ وُلَاةِ الْأَمْرِ الَّذِي فِيهِ مَصْلَحَةُ الْعِبَادِ وَالْبِلَادِ.

أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِصِحَّةِ الْحَجِّ فِي حَالِ أَدَاءِ كَافَّةِ الْأَرْكَانِ وَالشُّرُوطِ الْمُعْتَبَرَةِ شَرْعًا: فَإِنَّ الْحَجَّ يَصِحُّ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ، وَيَسْقُطُ بِذَلِكَ فَرْضُ الْحَجِّ عَنْهُ، لِأَنَّ الْمُخَالَفَةَ لِلتَّنْظِيمَاتِ لَا تُبْطِلُ نَفْسَ الْعِبَادَةِ مَا دَامَتْ أَرْكَانُهَا وَشُرُوطُهَا قَدْ تَحَقَّقَتْ. وَلَكِنَّهُ يَبْقَى آثِمًا بِمُخَالَفَتِهِ لِتِلْكَ الْأَوَامِرِ الَّتِي شُرِعَتْ لِلتَّنْظِيمِ الْعَامِّ وَالْحِفَاظِ عَلَى أَمْنِ وَسَلَامَةِ الْحُجَّاجِ.

وَعَلَى الْمُسْلِمِينَ أَنْ يُطِيعُوا أُولِي الْأَمْرِ فِيمَا فِيهِ صَلَاحُهُمْ، وَأَنْ يَحْرِصُوا عَلَى الْتِزَامِ الْقَوَانِينِ وَالتَّنْظِيمَاتِ الَّتِي تَصْدُرُ عَنِ الْجِهَاتِ الْمُخْتَصَّةِ، خَاصَّةً فِيمَا يَتَعَلَّقُ بِتَنْظِيمِ الْحَجِّ؛ لِضَمَانِ أَدَاءِ الْمَنَاسِكِ بِشَكْلٍ سَلِسٍ وَآمِنٍ لِلْجَمِيعِ.

وَبِاللَّهِ التَّوْفِيقُ."

Terjemahan:

"Sesungguhnya syariat Islam menganjurkan untuk berpegang teguh pada sistem dan peraturan yang ditetapkan untuk mengatur urusan haji; karena di dalamnya terdapat kemaslahatan umum yang kembali kepada seluruh jamaah haji, menjaga keamanan dan keselamatan mereka, serta mempermudah mereka dalam menunaikan ibadah haji dengan segala kemudahan dan ketenangan.

Para fuqaha (ahli fikih) telah memutuskan bahwa "ketaatan kepada pemimpin dalam hal yang mengandung kemaslahatan umum adalah wajib secara syar'i." Dan tidak diragukan lagi bahwa pengaturan urusan haji dan penetapan tasrih (izin) adalah bagian dari pengaturan kemaslahatan umum dan menjaga ketertiban serta mencegah kekacauan dan kepadatan yang dapat menyebabkan terjadinya bahaya dan kerugian besar.

Maka, siapa pun yang melanggar peraturan ini dan pergi haji tanpa tasrih, dia telah melakukan pelanggaran syar'i, dan baginya dosa karena tidak mematuhi perintah pemimpin yang di dalamnya terdapat kemaslahatan hamba dan negara.

Adapun mengenai keabsahan haji dalam hal telah terpenuhinya seluruh rukun dan syarat yang sah secara syar'i: maka haji tersebut sah dalam kondisi ini, dan dengan demikian kewajiban haji gugur darinya, karena pelanggaran terhadap peraturan tidak membatalkan ibadah itu sendiri selama rukun dan syaratnya telah terpenuhi. Namun, dia tetap berdosa karena melanggar perintah-perintah yang ditetapkan untuk pengaturan umum dan menjaga keamanan serta keselamatan jamaah haji.

Dan wajib bagi umat Islam untuk mematuhi penguasa dalam hal yang mengandung kebaikan bagi mereka, dan untuk senantiasa berpegang teguh pada undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, khususnya yang berkaitan dengan pengaturan haji; untuk menjamin pelaksanaan manasik haji secara lancar dan aman bagi semua.

Catatan: Fatwa ini diambil dari esensi beberapa fatwa yang diterbitkan oleh Dar al-Ifta al-Misriyyah yang menekankan pentingnya ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) dan peraturan yang ditetapkan demi kemaslahatan umum, khususnya dalam konteks haji.

Dar al-Ifta al-Misriyyah telah mengeluarkan fatwa yang menekankan pentingnya mendapatkan tasrih atau izin resmi untuk menunaikan ibadah haji. Fatwa ini didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang luas, yang mencakup menjaga ketertiban umum, keselamatan jamaah, dan pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pihak berwenang.

Berikut adalah ringkasan dari fatwa Dar al-Ifta al-Misriyyah terkait haji tanpa tasrih:

Kewajiban Mematuhi Peraturan Pemerintah

Dar al-Ifta al-Misriyyah menegaskan bahwa mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur urusan haji adalah wajib secara syar'i. Hal ini didasarkan pada kaidah fiqih (hukum Islam) bahwa "perintah penguasa yang bersifat maslahah (kemaslahatan umum) wajib ditaati." Tujuan utama dari tasrih adalah untuk:

 * Mengatur jumlah jamaah: Mencegah kepadatan yang berlebihan di tempat-tempat suci, yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan jamaah.

 * Memastikan keamanan: Memudahkan pihak berwenang untuk mengelola keamanan dan ketertiban selama musim haji.

 * Memberikan pelayanan yang memadai: Memungkinkan penyedia layanan untuk memastikan bahwa semua jamaah memiliki akomodasi, transportasi, dan fasilitas medis yang diperlukan.

Oleh karena itu, pergi haji tanpa tasrih dianggap sebagai pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan demi kemaslahatan bersama.

Status Haji Tanpa Tasrih

Meskipun Dar al-Ifta al-Misriyyah menekankan kewajiban untuk mendapatkan tasrih, fatwa tersebut tidak secara langsung menyatakan bahwa haji tanpa tasrih itu tidak sah (batal). Jika seseorang berhasil menunaikan seluruh rukun haji (ihram, thawaf, sa'i, wukuf di Arafah, dll) meskipun tanpa tasrih, maka secara syar'i hajinya tetap dianggap sah dalam artian telah gugur kewajiban hajinya.

Namun, tindakan tersebut tetap tercela dan berdosa karena melanggar peraturan yang ditetapkan oleh penguasa yang sah, yang bertujuan untuk menjaga ketertiban dan kemaslahatan umum. Pelanggaran ini dapat menimbulkan berbagai konsekuensi, seperti:

 * Sanksi hukum: Pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dapat dikenakan sanksi oleh pihak berwenang di negara tempat haji dilaksanakan.

 * Risiko pribadi: Jamaah tanpa tasrih mungkin tidak mendapatkan fasilitas dan perlindungan yang memadai, sehingga dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

 * Menimbulkan kekacauan: Kehadiran jamaah tanpa tasrih dapat menyebabkan kepadatan dan kekacauan, mengganggu kelancaran ibadah bagi jamaah lain yang memiliki izin resmi.

Kesimpulan dan Anjuran

Dar al-Ifta al-Misriyyah sangat menganjurkan setiap Muslim yang berniat menunaikan haji untuk mematuhi semua peraturan dan prosedur yang berlaku, termasuk mendapatkan tasrih. Hal ini bukan hanya masalah kepatuhan hukum, tetapi juga bagian dari etika seorang Muslim dalam menjaga ketertiban dan menghormati hak-hak orang lain.

Melaksanakan haji dengan tasrih memastikan bahwa ibadah dapat dilakukan dengan aman, nyaman, dan sesuai dengan syariat serta peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah demi kemaslahatan seluruh umat.

Teks Asli Bahasa Arab dan Terjemahannya (untuk referensi umum, karena fatwa spesifik tentang "haji tanpa tasrih" sering kali merupakan respons terhadap pertanyaan tertentu dan mungkin tidak ada sebagai teks tunggal yang langsung di situs):

 * Prinsip Umum (Kaedah Fiqh yang relevan):

   * العربية: "طَاعَةُ وُلَاةِ الْأَمْرِ فِيمَا فِيهِ مَصْلَحَةٌ عَامَّةٌ وَاجِبَةٌ شَرْعًا."

   * Terjemahan: "Ketaatan kepada pemimpin dalam hal yang mengandung kemaslahatan umum adalah wajib secara syar'i."

 * Mengenai Sahnya Ibadah (jika rukun terpenuhi):

   * العربية: "لَوْ تَمَّتْ أَرْكَانُ الْحَجِّ فَهُوَ صَحِيحٌ شَرْعًا وَإِنْ كَانَ فِيهِ مُخَالَفَةٌ لِلتَّنْظِيمَاتِ."

   * Terjemahan: "Jika rukun haji telah terpenuhi, maka hajinya sah secara syar'i, meskipun ada pelanggaran terhadap peraturan (organisasi)."

#fatwadarlifta #fatwaazhar #haji #tasrihhaji #ibadahhaji


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update